Minggu, 27 Desember 2009

SALAM CINTA UNTUK INDONESIA


Baru saja bangsa ini beranjak dari pesta kemenangan iedul fitri sebagai simbol keberhasilan dalam melewati gemblengan Tuhan melalui tarbiyah ramadhan selama satu bulan, yang didalamnya tersimpan berjuta misteri agung yang diharapkan Tuhan untuk menguji hamba-Nya terlebih lagi yang hidup di negeri tercinta Indonesia ini. Sebuah gemblengan maha dahsyat yang penuh dengan ujian mental dan fisik.
Dalam menyambut hari kemenangan mental dan fitrah itu, seluruh anak bangsa terlebih lagi ummat muslim khusuk dan tengelam dalam suka ria menikmati kemenangan, dan sejenak melupakan multi problem yang terus menghantui hari-hari bangsa ini. Memang cukup mengembirakan, ditengah bangsa yang demoralisasi penguasa seakan menjadi tontonan menjemukan, bangsa ini masih bisa memasang senyum manis dibibir masyarakatnya.
Tapi cukup menyedihkan, belum puas menikmati kemenangan iedul fitri, senyum yang singkat itu ternyata harus dibayar mahal dengan tangisan dan duka yang lebih besar dari tangisan dan duka sebelumnya. Karena seperti yang kita tahu bersama air mata bangsa ini belum kering terhadap musibah gempa yang menguncang sebagian daerah Jawa Barat pada tanggal 5 september yang lalu. Kemudian harus meratap lagi dengan bencana yang lebih dahsyat lagi dengan gempa yang kekuatan 7,6 SR yang meluluhlantakkan daerah Sumatra Barat pada tanggal 30 September. Seolah penulis ingin mengatakan bahwa bangsa Indonesia adalah salah satu Negara potensial dimana“senyum dan tangis” laris manis untuk “dipasarkan” di negeri yang kaya dan besar ini, dan selalu dinanti oleh jutaan “konsumennya”.
Kita akui bahwa musibah yang beruntun meluluhlantakkan bangsa ini adalah ujian Tuhan untuk menguji kesabaran dan kecerdasan mata hati manusia dalam membaca setiap bait ayat-ayat Tuhan yang Dia bentangkan lewat peristiwa dan kejadian di alam semesta. Seolah ini sebagai isyarat bahwa bangsa Indonesia belum bisa membaca pesan-pesan Tuhan dan harus mendapatkan gemblengan secara kontinyu. Bahkan “momen tarbiyah Tuhan sekelas Ramadhanpun” ternyata tidak berhasil melahirkan manusia-manusia pilihan yang seharusnya menjadi konskwensi logis dari “alumni-alumninya” sebagaimana yang menjadi janji Tuhan kepada seluruh makhluk-Nya di bumi, terutama manusia.
Sebagai bentuk responsibilitas pemerintah, yang bukan saja menjadi tangung jawab moral pemerintah terhadap korban gempa yang ada di Sumatra Barat, tetapi sudah menjadi tuntutan kongkrit dari amanat Undang-undang sebagai konstitusi tertinggi di Indonesia. Yaitu pemerintah harus selalu tanggap dan menjadi bahu pertama tempat rakyat mengeluhkan nasibnya.
Melalui peristiwa gempa Sumatra Barat itu, ternyata Tuhan kembali memperlihatkan sesuatu yang paradoksal untuk tataran kebangsaan dan kemanusiaan. Pemerintah melalui Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) memberikan bantuan tahap pertama sebesar 5 miliar dan ditambah lagi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebesar 100 miliar, jadi bantuan tahap pertama dari pemerintah seluruhnya 105 miliar. Kemudian dari sudut lain problem bangsa ini, Bank Century yang sekarang berganti nama menjadi Bank Mutiara, pemerintah dengan begitu semangat menyiapkan dana sebesar 6,75 triliun. Fakta ini cukup membuktikan etos program pro rakyat yang selama ini dijanjikan pemerintah tidak pernah terealisasikan. Cukup ironis memang, untuk Bank Century yang menyimpan misteri baru kebobrokan kaum elit penguasa kita dihargai dengan dana yang cukup besar, sedangkan program kamanusiaaan (korban gempa) dihargai dengan berjuta kali lipat lebih sedikit.
Tapi sekali lagi, itulah yang namanya Indonesia, diskriminasi seakan menjadi ciri khas bagi bangsa yang besar dan kaya raya ini. Dan satu lagi, bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang tabah dan kuat dalam menghadapi setiap bencana kehidupan. Baik bencana alam maupun bencana social politik yang terus mengiring bangsa ini pada puncak keterpurukan. Dan Presiden AS Barack Obama turut memberikan pujian terhadap ketabahan bangsa Indonesia.
Sebagai penutup dari tulisan yang singkat ini, sebagai warga Negara yang baik, kita tidak boleh larut dalam duka dan cerita kelam bangsa kita saat ini. Penulis ingin berbagi semangat, apapun yang menimpa Indonesia saat ini tidak akan pernah mengurangi sedikitpun rasa cinta kita untuk Indonesia, dan akan terus berjuang menata bangsa kita untuk lebih dewasa dan bangkit dari dari segala bentuk keterpurukan dan pada akhirnya menyatakan merdeka dari krisis multidimensional. Mudah-mudahan bencana yang tidak henti-hentinya menghantam bangsa ini adalah gemblengan Tuhan dan menjadi proses metamorposis untuk sebuah bangsa yang besar dan penduduknya berada dalam keberkahan Tuhan. Amin..

0 komentar:

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP